rainy

funny

Minggu, 13 Juli 2014

My Ied Fitri Greatest

Ramai sekali sore ini. Bising suara sanak saudara ayah ibuku menjadikan rumah sederhana ini semakin syahdu. Tepatnya hari minggu adalah hari dimana adik terakhirku di aqiqoh. Umi ngabdatul karimah namanya. Dia adalah adik ke tujuhku. Adik luar biasa, kenapa ? karena selama ibu mengandungnya banyak sekali ujian dan rintangan yang menghadang. Terutama bapak yang kian bertambah usia dan renta akan sakitnya.
Dalam aqiqoh ini sengaja bapak membelikan dua ekor kambing. Satu untuk aqiqoh adik baruku dan satunya lagi untuk mengaqiqoih ibu. Syukur Alhamdulillah rezeki kami lancar hingga dapat mengadakan tasyakuran aqiqohan secara sederhana ini.
Angin- angin sore nan sendu dan tersenyum. Dia menghalokan tangan pada adik baruku.
‘’ eman daging kambingnya, ayo dihangatkan nur!! ‘’ , kata bapak.
‘’kaya kemarin lo yang dikecapi, enak’’, tambahanya.
‘’oke pak..’, nur menjawab.

Siti Nurkhafidzoh adalah anak pertama dari kedelapan saudaranya tersebut. Perawakannnya tinggi namun kurus, selain karena sakit- sakitan kata orang anak pertama itu mikir adik- adiknya.  Yah tanpa dipungkiri namanya juga anak pertama mau tak mau harus begitu.
‘’ harus bisa jadi contoh untuk adik- adiknya’’, pesen bapak yang ku ingat sampai sekarang.
Acara aqiqoh adik selesai si sulung kembali ke Jombang. Sudah 3 tahun lebih ia mencari pengalaman di ‘’Darul Ulum’’. Harapan bapak saya dapat menjadi insan yang kian barokah. Belum lama menginjak kaki di peterongan Jombang, saya dapat kabar bahwa bapak harus operasi terkait dengan bisulnya. Sontak hatiku menjerit, ini pertama kaliya bapak dioperasi.
‘’nur… do’akan bapak kalau bisa teman- temanmu suruh membaca yasin, bapak mau operasi kaki. Semoga lancer dan sehat kembali’’, rintih beliau.
‘’geh pak… nur dan keluarga selalu berdo’a untuk kesehatan kita semua, bapak yang cepet sehat geh..’’, air mataku mengalir.
Bapak memang doyan sekali makan apalagi kalau melihat makanan tercecer beliau paling tidak tega lalu memakannnya. Dari seluruh keluarga kami hanya bapaklah yang paling senang dan juga suka daging kambing. Walau menderita hypertensi dan diabetes beliau kalu sudah merasa sehat tidak ingat akan kedua penyakit tersebut.
Hingga selang beberapa minggu setelah acara aqiqohan beliau merasa terjadi sesuatu dengan kaki kirinya. Pegal- pegal dan cenat cenut keluhnya.
‘’mak… kenapa kaki bapak ya?’’, Tanyanya pada ibuku.
‘’ kelelahan paling pak..’’
Lama dibiarkan kaki beliau kian membengkak. Dokter mengatakan itu hanya bisul biasa. Diberi obat namun tak menghasilkan apapun. Akhirnya  keluarga memutuskan untuk membawanya keRumah sakit. Menimbang- nimbang Rumah sakit mana yang akan dimasuki, bu dokter menyarankan rumah sakit yang agak jauh dari rumah yaitu RSU Banyumas.
Hanya kurang beruntung, seluruh kamar penuh terisi. Akibatnya bapak harus menginap beberapa hari di UGD. Pemeriksaan intensif dilakukan dengan cepat. Hingga para dokter memutuskan untuk mengoperasi kaki kiri bapak.
Tiba- tiba telepon genggamku berbunyi. Sayang sekali jaringan didalam ruangan itu tak mendukung. Ku lihat tertera nama ‘’bapaku’’ yang mencoba menelpon. Sontak hati kaget. Ada apa ini?.
‘’ dongakna nur… bapak delamaning arep operasi’’
Tak terkira ku berguncang, ALLOH.. apalagi ini?.
‘’ geh pak… yayu selalu ndonga go keluarga kita, terutama bapak yang lagi dicoba olehNYA. Yakin akana sembuh pak’’
‘’ ya matursuwun nur… ‘’. Dengan nada memelas bapaku mematikan telfonnya.
Dan mulai dari itulah ku berjalan serasa mau menjatuhkan diri. Memandangpun seakan fatamorgana melambai- lambai. Bising ramai kawan tak berarti sekali. Jiwa seakan hendak terbang melewati belahan kota antara jombang- banyumas agar baktiku sebagai anak bisa terbayarkan. Lagi- lagi terhalang oleh sistem akademik yang memaksaku agar tetap dinegeri santri ini. Alloh alloh alloh. Ku serahkan hanya padamu.
Detik- detik kegentingan akan hal pertama yang baru saja dialami bapak terlalui. Operasi kecil pada telapak kaki kiri atas beliau telah selesai. Tak selesai sampai disitu ada hal yang lain rupanya yang dirasakan bapak. Cenat- cenut kaki seusai operasi ditambah pusing yang kian menjadi, muntah- muntah. Makanan dan air yang masuk ke mulut langsung keluar setelah beberapa saat dikunyahnya. Mendengar kabar memprihatinkan ini saya langsung teringat akan sesuatu hal.
‘’ coba dibelikan air zam- zam dan kurma ‘’. Smsku pada adekku yang merawat bapak.
Semua memang telah tertulis dari atas. Diri sedang tak bisa meninggalkan studi praktek dalam hal ini yaitu pengamalan ilmu di perusahaan. Terus ku sabarkan diri agar selalu tegar menghadapi kerikil taam ini dengan senyuman terindahku. Walau kadang tetesan bening muncul tiba- tiba mengaliri pipiku. Yaaaa.. memang ini romadhon terkesan di hidupku.
Lebaran tinggal menunggu hari. Diri masih sibuk dengan praktek kerja sementara kebanyakan masyarakat melakukan hal yang pasti dilakukan tatkala menyongsong hari fitri tersebut yaitu mudik. 1 Syawal bertepatan pada hari kamis, sedangkan kantor kerja praktekku mengumumkan bahwa libur umumnya dimulai hari kamis. Ingin rasa diri izin 1 hari sehingga waktu bertemu sang Bapak lebih cepat. Namun niat itu kami urungkan demi kesan baik di tempat kerja praktekku. Agar diri pulang dengan lega dan sampai rumah dengan perasaan lega pula sehingga ku putuskan untuk pulang hari senin sore.
Didampingi sahabat praktek kerjaku, diri menunggu bus jurusan Jogjakarta. Subhanalloh… ingin hati menaiki bus cepat agar sesegera mungkin sampai di kota gudeg tersebut, namun rupanya bus tersebut terisi pennuh dari terminal Surabaya. Tak ku sia-siakan waktu ku naiki saja bus ekonomi yang datang paing cepat. Alhamdulillah… walau berdesak- desakkan, duduk dibawah dekat sang supir sirna sudah oleh rasa bahagia akan berjumpa NASYAku tercinta. Perjalanan panjang dimulai dan rezekiku datang di area madiun. Istimewa terasa setelah berpanas- panasan duduk dibawah sekarang duduk dikursi. Angan- anganku mulai tak sadar. Pohon- pohon jati di Ngawi melambai- lambai mengucapkan selamat jalan kepadaku. Kedipan semangat lampu- lampu jalanan begitu menghangatkan hati yang rindu akan suasana graha. Jam 12 tepat ku singgah di terminal Jogyakarta. Syukur langsung disambut dengan bus jurusan Purwokerto jadi perkiraan sampai Gombong 3 pagi. Bus melaju dengan semangatnya. Tak seperti bus surabayaan, bus didaerah purwokerto memberikan nuansa musik tersendiri. Apalagi kalau melaju cepat sekali hamper semua ornament yang ada dijendela ikut menyemangati supirnya. Pukul 3 tepat bus ini mengantarkanku yang kan jumpa Bapakku hebatku. Ade laki- lakiku telah menuggu sedari tadi. Segar udara dini hari mengiringiku sampai di peraduan diri. Kesan waktu inilah menurutku waktu yang paling tak bisa digantikan. Barokah sepertiga malam apalagi bulan Ramadhan, ditambah lagi ini adalah hari- hari terakhir atau kita bisa menghadirkan malam Lailatul Qodar. Subhanalloh banget saudaraku, diri telah sampai dirumah tercinta. Sambutan dengan adik- adikku  yang sedang sahur kian membuatku ingin meneteskan beningnya mata airku. Tak ku patrikan kakiku, langkahku menuju kamar Bapak. Mengahru biru sekali setelah ku salami Mamaku, Bapaku dengan mencium kedua pipinya. Beliau meneteskan air mata berharganya untuk kedua kalinya setelah dulu waktu menghantarkan diri waktu MTs ke pondokku.
‘’mana air sunan ampelnya?’’. Tanya beliau
‘’disimpen dulu, yayu masih haid besok kalau sudah suci dido’ain dulu’’. Jawabku tegar.
‘’ini foto kaki bapak setelah operasi’’. Katanya sambiil menunjukkan gambar diponselnya.
‘’ALLOH…. Besar banget lubangnya pak’’

Khayalku melayang lagi. Bagaiman bisa seperti ini. Semua aktifitas dilakukan bapak dikamar. BAK, BAB, makan, minum dan semuanya dilakukan dikamar. Mamaku membantunya dengan sabar. 1 hari lagi lebaran tiba.